Bunga Kertas Merah Muda – SMP Semi Palar, Bandung, Jawa Barat. Sumber: Koleksi Pribadi, 2016.
Hidup glamor dengan segala tuntutan sebagai salah satu putri mahkota pertama, membuat Gayatri muak. Peraturan kerajaan senantiasa mengarahkan hidupnya menjadi A. Tak banyak yang bisa dia lakukan, bahkan untuk mengubah A menjadi A minus.
Bisa dihitung jari, masa-masa bahagia dalam hidupnya selama dua puluh tiga tahun ini. Entah mengapa, dia merasa bahwa Ratu, yang juga Ibunya, tak pernah berpihak padanya. Termasuk urusan mencari pasangan hidupnya kali ini. Begitu pula Ayahnya, Sang Raja, lebih banyak ikut serta dengan pendapat Sang Ratu.
Kakak pertamanya, Sang Putra Mahkota, sangat sibuk dengan urusan kerajaan dan lebih sering pergi ke luar kota. Gayatri seringkali merindukan masa kecilnya bersama kakak pertamanya, yang senantiasa penuh dengan lelucon dan terkadang mengeluarkan syair-syair bijaknya. Sekarang sosok itu terasa amat jauh, secara fisik maupun batin, dari kehidupannya. Terutama ketika kakak pertamanya telah menikah dengan putri tunggal, pewaris tahta satu-satunya, dari kerajaaan seberang.
Kakak keduanya, adik Sang Putra Mahkota, penuh dengan segala ambisi, berkeinginan menggapai kedudukan tertinggi di kerajaan, hampir tak pernah memperdulikan kondisi Gayatri dan adiknya. Kecerdasan dan ketampanannya mampu menyihir wanita manapun. Tapi bagi Gayatri, kakak keduanya adalah sosok paling mengerikan di antara mereka, 4 bersaudara. Hampir tak pernah, dia menemukan kakak keduanya tersenyum tulus dan tertawa lepas.
Adiknya, yang juga putri bungsu di kerajaan ini, hidup dengan sangat menyenangkan. Layaknya Princess di dongeng-dongeng, dia hanya mendatangi pesta dan bermain-main bersama kawan-kawan konglomeratnya. Tak pernah sedikitpun mencari tau kondisi per-politik-an kerajaan.
Tak ada satupun yang dapat menjadi kawan terbaiknya di lingkungan kerajaan, selain Chef Norma, Kepala Dapur Kerajaan yang usianya dua kali lipat lebih dari usia Gayatri. Wanita tegas di hadapan koki-koki kerajaan itu, hampir tak pernah absen berbincang dengan Gayatri tiap harinya. Atap dari gudang penyimpanan makanan adalah tempat favorit mereka berdua saling berkisah, sambil menikmati setangkup roti hangat dan teh bunga lotus.
Kali ini, Gayatri sangat bimbang dan mendadak ingin kabur selamanya dari istana. Ratu memerintahkan dia bertemu dengan pangeran dari Negeri Balagan, sebagai pendekatan awal menuju pelaminan.
Tak peduli berapa kali Gayatri mengatakan tak sepakat dan berbagai alasan. Ratu tetap tegas mengatakan, “Kenapa tidak jika ada kesempatan?”
👣👣👣
Negeri Balagan sangat kaya raya dengan hutan dan batu bara-nya. Beruntungnya, pangeran di negeri tersebut adalah pewaris satu-satunya. Pangeran Sewana, begitu dia dikenal dalam tataran perbincangan-perjodohan konglomerat berbagai negara. Sejauh yang Gayatri tau dari rekannya, Pangeran Sewana hidup dengan kemewahan selama hampir 27 tahun, membuatnya berada pada posisi nyaman dan bergantung dengan apapun keputusan Ibunya.
Gayatri putus asa, dia tak punya pilihan lain. Bahkan Chef Norma yang biasanya membela dia, kali ini mengatakan hal yang tak ingin didengarnya. “Coba dulu, apa salahnya bertemu, Tuan Putri?”
Kurang dari 3 jam sebelum pertemuan dengan Pangeran Sewana, Gayatri (baca: Putri Gayatri) sudah siap sedia dengan gaun megah dan make up yang elegan. Bukan karena keinginannya, melainkan usaha kaburnya keluar istana telah diketahui oleh seluruh penjaga istana yang diperintahkan oleh Ratu. Dayang istana pun siap siaga di kamarnya. Seluruhnya sudah sangat dipersiapkan tanpa celah.
Gayatri menyesal kembali. Dia merasa kalah strategi dengan Ibunya kali ini. Padahal dalam urusan lain, biasanya dia sanggup mengelabui siapapun yang diperintahkan oleh Ibunya.
👣👣👣
“Selamat sore, Tuan Putri Gayatri yang jelita,” ujar Pangeran Sewana pertama kalinya kepada Gayatri. Diucapkan dengan lembut dan senyuman manis di ujungnya.
“Hmmm.. Cukup tampan, namun mana tau aku dengan isi hatinya,” ujar Gayatri dalam hati. Gayatri tidak membalas salam pangeran dan hanya tersenyum singkat.
“Tuan Putri, tampaknya kita perlu jalan-jalan sambil berbincang, jika …”
“Boleh,” potong Gayatri atas pernyataan ataupun pertanyaan Pangeran Sewana yang bahkan belum tuntas.
Ada seorang yang mengalihkan perhatian Gayatri. Pengawal pribadi Pangeran Sewana tampak tak asing baginya, seperti sosok yang sangat dekat dengannya hampir delapan tahun yang lalu. Janji. Nama yang sangat hangat di ingatan Gayatri, yang membawa kehidupan bahagia bagi Gayatri.
Mengenal Janji delapan tahun yang lalu adalah suatu kebetulan yang tak disangka ketika Gayatri kabur dari istana ke sekian kalinya untuk menghirup udara segar, sekedar melihat masyarakat di negerinya dengan leluasa dan tentunya berkunjung ke rumah makan kawan akrabnya, Rosela.
Kala itu, Gayatri menunggu 1 jam lebih di Rumah Makan Setia, milik Rosela, yang mana empunya tak kunjung datang. Pegawainya mengatakan bahwa Rosela pergi mengunjungi rumah makan bibinya di tepian kota, yang seharusnya tak butuh waktu lama karena jaraknya yang dekat.
Selama proses penantiannya terhadap Rosela, Gayatri diam-diam memperhatikan banyak hal yang umum terjadi di rumah makan itu. Salah satunya, ketika tiba-tiba seorang pemuda yang kiranya 1 hingga 2 tahun lebih tua darinya, masuk ke dalam Rumah Makan Setia sambil membawa satu buah buku sketsa bersampul kulit dan beberapa pensil gambar.
Awal pertemuannya dengan Janji. Berikutnya, perkenalannya dengan Janji adalah cerita yang cukup membuat malu Gayatri. Beberapa saat setelah Janji tiba di rumah makan tersebut dan memesan menu makanan, dia menemukan Gayatri yang duduk sendirian dengan segelas es limun. Janji dengan santainya meminta tolong kepada Gayatri sebagai model pembawa makanan khas negeri itu, yang berikutnya akan menjadi bagian dari koleksi sketsa dan bahan lukisan Janji.
Betapa tidak, lebih dari setengah jam, Gayatri harus menunjukkan wajah bahagia dengan memegang piring berisi roti-roti beraneka ragam dengan aroma kayu manis. Meskipun dia hanya duduk di depan Janji, hal tersebut cukup memalukan bagi Gayatri dan -entahlah, mengapa rasanya bercampur aduk.
Selesai dari pekerjaan itu, barulah Janji memperkenalkan diri kepada Gayatri. Begitu pula Gayatri memperkenalkan dirinya sebagai Nona Ira, nama depannya yang selalu dia gunakan ketika menyamar menjadi rakyat biasa saat keluar istana.
.
to be continued …
👣👣👣
Kisah Gayatri, Sewana dan Janji selengkapnya ada di naskah yang sedang diolah di balik layar. Saya akan sangat senang jika ada kritikan, masukan dan saran, agar kisah ini lebih hidup dan memberikan makna yang segar untuk kehidupan di era ini.
☕️☕️☕️
Semoga pembaca senantiasa dipertemukan dengan jodoh positifnya.
😄😄😄