Tersebutlah sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang dikelilingi oleh pohon kelapa yang menjulang tinggi dan berada tepat di tepi Sungai Telake bagian hilir. SDN 020 Long Kali, atau lebih dikenal dengan sebutan SD Lanai, karena SDN tersebut secara geografis terletak di Dusun Lanai, Desa Petiku. Satu-satunya cara untuk tiba di SD Lanai, adalah dengan menaiki cis/ketinting untuk menyeberangi Sungai Telake. Tidak ada jalan darat secara langsung yang menghubungkan antara SD Lanai dengan SD lain ataupun desa tetangga.
Jumlah siswa di SD Lanai tidak lebih dari 60 anak. Seirama dengan suasana Desa Petiku yang sunyi dari penduduk. Hanya beberapa rumah yang masih tetap berpenghuni di sepanjang Sungai Telake bagian hilir tersebut. Rata-rata masyarakat berpindah ke daerah lain, sejak pohon kelapa dan sungai tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Seiring dengan perkembangan zaman, rata-rata masyarakat Desa Petiku lebih memilih daerah yang dapat mencukupi kebutuhan air, listrik dan penghasilan yang memadai.
***
Hanya 1 dari 8 orang guru SD Lanai yang tinggal di Dusun Lanai, Desa Petiku, Kecamatan Long Kali. Selebihnya, mereka bertempat tinggal di desa lain, atau bahkan kecamatan tetangga, Kecamatan Babulu. Setiap hari rata-rata dari mereka pulang dan pergi dengan jarak tempuh yang tidak kurang dari 20 kilometer. Setiap hari pula, mereka harus pulang dan pergi menyeberangi Sungai Telake dengan dayung dan ketinting, bersama murid-muridnya.
Jedal, S.Pd.SD, atau lebih sering dipanggil Pak Markus oleh siswa-siswi SD Lanai, adalah salah satu guru yang letak rumahnya paling jauh dari SD Lanai. Berada di Desa Gunung Mulia, Kecamatan Babulu. Pengabdian beliau selama kurang lebih 19 tahun, melengkapi pahit asin dan manisnya perjalanan menuju SD Lanai.
โPernah di awal-awal tahun mengajar, sebelum separuh jalan darat menuju SD belum ada, masyarakat dan murid-murid SD Lanai secara gotong royong memangkas rumput-rumput yang tumbuh di jalan agar guru-gurunya bisa melewatinya. Saat itu, saya masih mengajar dengan Pak Riduan (Kepala Sekolah SD Lanai saat ini) dan satu guru honorer,โ ujar Pak Markus.
Guru berdarah Jawa ini menambahkan, โBanyak hal dari murid-murid SD Lanai, seperti kepatuhan dan penghormatan murid-murid kepada gurunya, yang patut saya syukuri. Karena bisa jadi hal-hal semacam itu tidak bisa saya temukan, seandainya saya mengajar di kota.โ
Senada dengan Pak Markus, Kepala Sekolah SD Lanai – Riduan, S.Pd.SD, mengungkapkan bahwa hal yang paling mengesankan dari perjalanannya mengajar selama 26 tahun di SD Lanai, adalah medan/kondisi alam yang tidak bisa dibilang mudah. Pak Riduan yang berdarah Banjar ini, bahkan pernah harus berjalan kaki dan menaiki ketinting sepanjang Sungai Sirang, Sungai Masin hingga Sungai Telake, untuk dapat tiba di sekolah dari rumahnya.
Perjalanan yang ditempuh sebelum separuh jalan darat dibangun, menyisakan pengalaman bagi Pak Riduan untuk berangkat ke sekolah pukul 06.30 dan tiba di rumah kembali pukul 16.00 waktu setempat. Separuh jalan darat yang ada saat itu pun, hanya berupa batang pohon kelapa yang disusun manual. Sehingga ketika motor yang dikendarai bapak tiga orang anak ini terjebak di antara batang pohon kelapa yang tersusun, cukup sulit untuk maju maupun mundur.
***
Perjalanan menuju SD Lanai yang tak mudah dilewati, ternyata tak menyurutkan langkah para pahlawan tanda jasa yang bertugas di SD Lanai untuk terus menerus mendidik generasi muda Desa Petiku.
Pak Riduan menuturkan, โHal yang membanggakan dari lulusan (alumni) SD Lanai adalah sebagian besar dari mereka tidak berhenti sekolah dan melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, beberapa dari mereka yang sekolah di tingkat lanjut tersebut, rata-rata mengukir prestasi yang cemerlang.โ
Dengan kata lain, tidak ada alasan yang dapat membatasi guru-guru dan murid-murid SD Lanai, untuk tetap menghasilkan kreasi dan prestasi. Jauh dari fasilitas lengkap seperti akses telekomunikasi dan listrik yang memadai, tidak mematahkan semangat dan kerja keras guru-guru SD Lanai untuk senantiasa menerapkan media kreatif dan metode pembelajaran berpusat pada siswa untuk memajukan pendidikan di Desa Petiku.
Guru termuda di SD Lanai, Darsiah, S.Pd.SD, mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang bermain dan belajar bersama murid-murid SD Lanai. Salah satu metode kreatif yang pernah digunakan oleh Bu Darsiah di kelas adalah pengenalan bangun ruang dalam pelajaran matematika dengan memanfaatkan karton manila dan peraga yang tersedia.
Guru kontrak berdarah Bugis, yang mulai mengajar di SD Lanai pada tahun 2013 ini menambahkan, โSebaiknya memang ada perhatian antara orang tua/wali murid terhadap pendidikan anaknya di sekolah. Seperti, dengan menemani anaknya untuk belajar rutin serta memantau nilai anaknya di sekolah adalah hal sederhana yang diharapkan oleh guru-guru di sekolah, sehingga pendidikan terus menerus berlanjut. Tidak hanya satu arah yang berasal dari sekolah, melainkan juga dari orang tua/wali muridnya di rumah.โ
***
Keanekaragaman suku dan agama dalam jajaran 8 orang guru di SD Lanai tidak menjali penghalang bagi mereka untuk selalu kompak dalam mendukung peningkatan prestasi murid-muridnya sekaligus peningkatan kapasitas dirinya.
โBukankah guru yang berhasil adalah guru yang dapat menghasilkan semangka-semangka yang berukuran besar, sementara batangnya (baca: gurunya) tetap kurus dan kecil?โ begitulah kelakar penghujung yang disampaikan oleh Pak Riduan yang senantiasa setia dengan sepatu bot-nya di kala musim hujan. (*RD)
Note: tulisan di atas telah dimuat oleh Surat Kabar Tribun Kaltim pada Sabtu, 17 Oktober 2015